Jumat, 01 April 2011

Hikmah Menjadi Raja Sehari

Pernah hidup seorang raja tua yang sangat bijaksana, memerintah sebuah negeri yang aman tenteram dan makmur sentosa. Suatu malam, raja tua dan pembantunya berkeliling kota dan menemukan sebuah gubug yang kumuh.
 
Raja tua mengendap mendekati gubug itu dan mencuri dengar. Rupanya gubug itu dihuni oleh seorang janda miskin beranak satu. Sang anak menangis kelaparan, sementara sang Ibu sibuk menghibur sang anak. “Sabarlah nak. Ibu akan menghadap raja besok. Ibu dengar dia raja  yang murah hati. Dia pasti akan memberikan makanan bagi kita”
 
Raja tua terenyuh hatinya dan memanggil sang pembantu, “Jika mereka sudah tidur, ambil anaknya dan letakkan di tempat tidurku. Besok, aku ingin dia menjadi raja selama satu hari. Sehingga saat ibunya datang menghadap, dia bisa memberikan sebanyak apapun harta kekayaan istanaku kepada ibunya”
 
Si anak bangun tidur di kamar raja yang mewah. Para pelayan istana memberikan penghormatan kepada si anak, selayaknya seorang raja. Mereka melayani dia dari keperluan mandi hingga sarapan. Dari pagi hingga siang, si  anak bermain-main dengan para pangeran dan putri istana. Semuanya menghormati dia layaknya seorang raja. Si anak mulai berpikir bahwa dia akan seterusnya  tinggal di istana sebagai seorang raja. Dia mulai menikmati segala kemewahan disekelilingnya.
 
Tiba saatnya raja duduk di ruang sidang,memutuskan  masalah rakyat. Disamping singgasana raja, duduk penasihat agung kerajaan, yang tidak lain adalah raja tua yang asli. Satu demi satu raja memutuskan urusan rakyat dengan bijaksana, atas saran bijak penasihat agung. Hingga tiba giliran sang ibu yang miskin untuk menghadap. Malu,  sang ibu hanya tertunduk, tidak berani memandang raja. Tapi raja dapat mengenali ibunya. Usai mendengarkan penuturan ibunya, raja memerintahkan  untuk memberikan 2 karung gandum  dan 10 keping uang emas kepada ibunya. Penasihat agung dan pembesar lainnya terkejut.
 
“Yang Mulia”, tegur penasihat agung. “Kekayaan istana ini sungguh tidak terbatas. Kita bisa memberikan lebih banyak lagi.”
 
“Yang Mulia”, menteri pangan bangkit dari kursinya. “Menurut perhitungan hamba, jika tuanku menyerahkan 1000 lumbung padi sekalipun, negara masih memiliki kelimpahan yang tidak tebatas. Saran hamba, berikanlah lebih dari itu”
 
“Tuanku”, bendahara negeri ikut menimpali. “Menurut hitungan hamba, jika tuanku mengeluarkan seluruh persendian emas negara untuk ibu ini, negara masih tetap kaya karena bulan depan kita akan memperoleh pendapatan emas 2x lipat dari hari ini. Saran hamba, berikanlah lebih dari itu”
 
Demikianlah, penasihat agung dan satu demi satu pembesar kerajaan mencoba membujuk raja untuk memberikan lebih kepada ibunya. Tetapi raja tidak peduli. Dia bahkan marah dengan usulan-usulan yang dianggap mempertanyakan otoritasnya itu.  Sang ibu yang miskin akhirnya pulang dengan 2 karung gandum dan 10 keping uang emas.
Ketika matahari tenggelam, si anak tertidur kelelahan. Raja tua berkata kepada pembantunya. “Aku telah menggenapi janjiku untuknya. Kembalikan lagi dia ke rumah ibunya.” Sang anak terbangun kembali di gubugnya. Dia pikir dia baru bermimpi. Namun ia terkejut mendengar cerita ibunya. Si anak segera menyadari kesalahannya, dan berlari ke istana menemui raja tua.
 
“Yang Mulia, ampuni hamba. Hamba kini menyadari maksud baginda. Hamba  mohon, kembalikan hamba menjadi raja, agar hamba bisa memberikan lebih kepada ibu hamba”
“Tidak bisa,” kata raja.
“Satu menit saja, Yang mulia. Sekedar memerintahkan untuk memberikan lebih kepada ibunda hamba”
“Anakku,” kata raja. “waktumu telah  berlalu. Apa yang telah engkau berikan untuk  ibumu, itulah yang akan engkau nikmati”
 
***
 
Beginilah gambaran umum manusia, saat lapang bergelimang harta, lupa untuk beramal. Bukan berarti raja sehari tadi tidak mau berinfaq/bershadaqoh namun nilai nominal yang dikeluarkan terlalu jauh  dibanding harta yang ia miliki. Infaq 100 ribu tiap bulan adalah besar bagi mereka yang berpenghasilan UMR. Tapi kecil bagi yang berpenghasilan 5juta, 10 juta dst, hanya 1% nya. Untuk Allah, untuk ibadah, untuk bekal akhirat hanya 1% dibelanjakan sementara untuk yang lain jauh lebih besar. Uang 100rb terasa begitu besar untuk diinfaqkan, sementara begitu kecil untuk dibawa belanja ke mall. Padahal justru yang telah kita infaqkan tadi yang menjadi bekal di akherat meski secara kalkulasi bisnis harta kita berkurang.
 
Bukankah kita ini tadinya tidak punya apa-apa. Sekarang jadi punya apa-apa. Itupun hakikatnya kita hanya DITITIPI SAJA OLEH ALLAH SWT.  Pertanyaannya, mengapa kadang kita menjadi PELIT DALAM BERBAGI SESUATU. Enggan memberikan sesuatu disaat peminta-minta  dijalanan menyodorkan tangannya. Enggan menyantuni fakir miskin walau mereka hanya di sekitar rumah kita, di depan mata kita.
 
Banyak diantara kita termakan rayuan syaithan
“Syaithan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan; sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (Karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. 2:
268)
 
Beberapa kemuliaan berinfaq:
1.                  Dilipat gandakan balasan (QS. 2: 261)
2.                  Shadaqoh dapat mencegah bala’ atau musibah, menghapuskan kesalahan serta dapat mencegah dari kematian yang buruk. “Sesungguhnya shodaqoh ituu benar-benar akan memadamkan kemurkaan Rabb dan mencegah kematian dalam keadaan su’ul khotimah” (HR. Tirmidzi)
3.                  Meski secara nominal mengurangi harta, namun pada hakekatnya justru memperbanyak harta kita, disamping kan membuat berkah harta yang kita cari (QS. 30: 39)
4.                  Merupakan perwujudan syukur  nikmat yang telah di berikan Allah SWT kepada kita
5.                  Menghilangkan sifat materialisme (kikir, bakhil). Karena secara simbolis memperlihatkan  sifat pemurah, yang berefek pada semakin dekatnya si pelaku dengan Allah (selaku pemberi rahmat), manusia (selaku yang menerima), dan surga (karena salah satu “tiket” surga  adalah harta yang dibelanjakan di jalan Allah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar